Skip to main content

Kelakar dan Pemabuk (1)

KELAKAR

Perut gendut wajah cemberut
jika berjalan seperti badut, mulut bersungutsungut
terkadang terkantukkantuk sambil kentut

---kamu tahu tidak?

aku ini pahlawan sejati
suatu hari hendak mengaji
terlihat seseorang tenggelam di kali
langsung saja aku berlari dan terjun ke kali
namun ternyata nene-knenek sedang mandi


pastinya anda kurang paham
aku ini seorang menteri dalam negeri
tiap hari ngurusin kerusuhan dan gaji pegawai negeri
tak pernah alpa dan jijik
apalagi pergi ke tempat kumuh dan prostitusi
selalu dapat konpensasi, jika banyak yang kurang gizi
sering juga ke pasar tradisional dan seni
isengiseng dan mencicipi
dari bahan jadi hingga terasi

mungkin anda jarang mempelajari
arti kemerdekaan dan harga diri
yang kalian cari hanya puisi
sambil minum kopi dan susun skripsi
namun tak tahu jika rumahmu dibredel demontrasi

sudahlah, kau nikmati saja hidup ini
katamu yang sedang mencuri
sambil sembunyi di kolong ranjang
dan tibatiba menerjang dengan garang
tak lupa pula mengangkang
menari dan juga telanjang

aduh! aku lupa hari ini ada janji
maaf kawan, besok lagi kita berjumpa
tentunya dengan lain materi
yang pasti membuat kita tertawa

dan perut gendut berlari
diiringi kentut tak henti-henti


Konten terkait: Kelakar dan Pemabuk (2) 

Sumber: Kelakar dan Pemabuk 

Puisi ini ada dalam kumpulan puisi Kitab Hujan dan diteaterikal pada acara Reboan Wapress Bulungan, 28 Oktober 2009. Kolaborasi Nana S dan Teater KOIn, sutradara Ayak MH.

Comments

Popular posts from this blog

Monolog: Ibu, Dimanakah Pancasila?

Nasionalisme adalah modal bagi anak bangsa untuk mempertahankan kedaulatan  seluruh rakyat dengan pilar kearifan lokal yang menjadi tiang budaya bangsa sebagai penyaring budaya luar agar menjadi bangsa yang memiliki identitas dan berkepribadian. Telah dirumuskan Pancasila oleh para pendiri bangsa sebagai dasar dan pondasi negara, mencakup kemajemukan yang dilambangkan sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Dimana arti perbedaan bukanlah celah untuk terpecah-belah, tetapi justru celah yang harus diisi oleh kesatuan paham dalam semangat Nasionalisme. Karena itu, mari kita tanyakan kepada Sang Ibu …..… Ibu, Dimanakah Pancasila? Seorang anak bertanya kepada ibunya, Ibu, dimanakah Pancasila? Bukankah ia rumah kita? Bukankah ia identitas bangsa kita? Sembari tersenyum, Sang Ibu berkata, Anakku, Pancasila itu ada di sekeliling kita, Banyak manusia bisa melihat sekeliling dengan matanya, Tetapi mereka tak bisa melihat dengan hati nurani Ia ada di detak jantung buruh-buruh yan...

Asupan Sastra Reboan Malam Ini

Forum Sastra Reboan malam ini, Rabu, 25 Februari 2015, mengambil tema “Asupan”. Kali ini, forum itu akan menyuguhkan berbagai menu. Ada pengenalan buku antologi puisi “Titik Temu”. Buku ini menampilkan karya 60 penulis sastra seperti Masita Riany, Fendy Kachonk, Umira Ramata, Dewi Nova, dan lain-lain. Menurut Yo Sugianto, salah satu motor Sastra Reboan, forum itu juga akan diramaikan oleh sejumlah penyair dari Bandung. “Penyair dari Bandung yakni Ratna M.Rochiman, Epiis Gee dan Rezky Darojatus Solihin akan tampil, khusus datang untuk Sastra Reboan bersama penyair Matdon,” tutur Yo dalam akun Facebooknya. Pembaca puisi lainnya adalah Diana Prima Resmana, penulis dari Forum Sastra Bekasi dan Yoni Efendi, karyawan yang ingin menerbitkan buku puisi karyanya sendiri. Tak kalah menarik adalah penampilan tari Salsa yang dibawakan Athika Rahma Nasu, seorang penari dan instruktur. Ada pula Sanggar Svadara – Traditional Dance and Music, yang merupakan perkumpulan pecinta ...

Pembuktian Ilmiah Manfat Meditasi

Tiga puluh tahun yang lalu, setelah gelombang hippy yang melanda dunia selama satu dekade mereda, dunia barat menemukan satu ilmu baru yang dapat mereka jadikan sebagai pegangan hidup yaitu meditasi. Ilmu ini sebelumnya tidak mereka tanggapi secara serius, karena praduga mereka yang mengaitkan meditasi dengan ilmu setan, ilmu tukang sihir dan sebagainya. Mereka takut bila belajar meditasi, jiwanya tidak dapat diselamatkan dan pintu sorga tertutup untuk selama-lamanya. Pemikiran kaum tradisional konservatif ini tidak terlalu ditanggapi secara serius oleh kaum hippy yang menganggap bahwa mereka menjadi budak dogma selama berabad-abad dan dikungkung dalam lingkup pandangan penuh curiga terhadap pandangan-pandangan maupun cara hidup yang lain. Oleh karena itu, mereka berusaha lebih bersahabat dengan alam, mereka umumnya memiliki pandangan yang jauh lebih terbuka, tak terikat pada dogma, sehingga siap menerima sesuatu yang baru dan sangat "exciting" yaitu med...