Skip to main content

Sastra Reboan Angkat Tragedi 12 Mei 1998

Bila kamu melangkahkan kaki pada hari Rabu malam di akhir bulan menuju Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta. Maka kamu pasti akan menjumpai sebuah panggung sastra yang menyajikan seni, diskusi, puisi, cerpen bahkan musik sekalipun.
Sastra Reboan, Sebuah acara yang digagas oleh Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam) sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sastra selalu hadir di minggu terakhir tiap bulannya, pada hari Rabu sejak April 2008 lalu. Ada yang spesial pada Reboan ke 26 ini dengan hadirnya Joko Pinurbo. Seorang sastrawan asal Yogya yang tenar dengan karya puisi dan sajak-sajaknya. Dia yang biasanya enggan hadir jika diundang dalam acara sastra, entah kenapa kali ini ia menyempatkan untuk membacakan karya-karyanya pada puncak acara.

Selain Joko Pinurbo, Reboan semalam (26/5) juga diisi oleh sejumlah penyair seperti Heru Emka, Mustafa Ismail, Paquita Wijaya, Shinta Miranda, Idaman Andarmosoko serta politikus Budiman Sujatmiko. Acara dimulai dengan diskusi novel Sandikala karya Premita Fifi, yang dilanjutkan dengan pembacaan puisi dan sebagai pengisi intermezo band pop rock pun dihadirkan untuk meregangkan urat syaraf. Setelah itu, puisi-puisi ringan seputar cinta akhirnya dikumandangkan oleh seorang Idaman. Tema-tema cinta yang dibawakan Idaman memang cukup menghibur dan menggelitik, sebut saja salah satu puisinya yang bertajuk Balasan Surat Cinta Kepada Sang Penyair.
Sampai pada acara puncak, yang ditunggu-tunggu akhirnya naik pentas. Joko Pinurbo, membacakan beberapa sajak pendek mulai dari tema keseharian hingga kritik sosial yang pedas. Kejutan tak pernah berhenti pada Reboan malam itu, terakhir diberikan oleh seorang penonton yang membacakan puisi seputar tragedi 12 mei 1998. Berapi-api hingga menitikan air mata ia mengungkap diskriminasi serta perlakuan sadis terhadap masyarakat Tionghoa kala itu, yang kebutulan dirinya juga seorang Tionghoa.

Perlu diketahui, Sastra Reboan kini telah berjalan 2 tahun lebih. Tidak banyak pentas sastra layaknya Sastra Reboan yang wanginya sedikit demi sedikit mulai mengharumi panggung sastra di negeri Indonesia mampu bertahan sejauh itu, jadi apresiasi dan dukungan layak diberikan untuk acara-acara seperti ini.


Comments

Popular posts from this blog

Monolog: Ibu, Dimanakah Pancasila?

Nasionalisme adalah modal bagi anak bangsa untuk mempertahankan kedaulatan  seluruh rakyat dengan pilar kearifan lokal yang menjadi tiang budaya bangsa sebagai penyaring budaya luar agar menjadi bangsa yang memiliki identitas dan berkepribadian. Telah dirumuskan Pancasila oleh para pendiri bangsa sebagai dasar dan pondasi negara, mencakup kemajemukan yang dilambangkan sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Dimana arti perbedaan bukanlah celah untuk terpecah-belah, tetapi justru celah yang harus diisi oleh kesatuan paham dalam semangat Nasionalisme. Karena itu, mari kita tanyakan kepada Sang Ibu …..… Ibu, Dimanakah Pancasila? Seorang anak bertanya kepada ibunya, Ibu, dimanakah Pancasila? Bukankah ia rumah kita? Bukankah ia identitas bangsa kita? Sembari tersenyum, Sang Ibu berkata, Anakku, Pancasila itu ada di sekeliling kita, Banyak manusia bisa melihat sekeliling dengan matanya, Tetapi mereka tak bisa melihat dengan hati nurani Ia ada di detak jantung buruh-buruh yan...

Asupan Sastra Reboan Malam Ini

Forum Sastra Reboan malam ini, Rabu, 25 Februari 2015, mengambil tema “Asupan”. Kali ini, forum itu akan menyuguhkan berbagai menu. Ada pengenalan buku antologi puisi “Titik Temu”. Buku ini menampilkan karya 60 penulis sastra seperti Masita Riany, Fendy Kachonk, Umira Ramata, Dewi Nova, dan lain-lain. Menurut Yo Sugianto, salah satu motor Sastra Reboan, forum itu juga akan diramaikan oleh sejumlah penyair dari Bandung. “Penyair dari Bandung yakni Ratna M.Rochiman, Epiis Gee dan Rezky Darojatus Solihin akan tampil, khusus datang untuk Sastra Reboan bersama penyair Matdon,” tutur Yo dalam akun Facebooknya. Pembaca puisi lainnya adalah Diana Prima Resmana, penulis dari Forum Sastra Bekasi dan Yoni Efendi, karyawan yang ingin menerbitkan buku puisi karyanya sendiri. Tak kalah menarik adalah penampilan tari Salsa yang dibawakan Athika Rahma Nasu, seorang penari dan instruktur. Ada pula Sanggar Svadara – Traditional Dance and Music, yang merupakan perkumpulan pecinta ...

Pembuktian Ilmiah Manfat Meditasi

Tiga puluh tahun yang lalu, setelah gelombang hippy yang melanda dunia selama satu dekade mereda, dunia barat menemukan satu ilmu baru yang dapat mereka jadikan sebagai pegangan hidup yaitu meditasi. Ilmu ini sebelumnya tidak mereka tanggapi secara serius, karena praduga mereka yang mengaitkan meditasi dengan ilmu setan, ilmu tukang sihir dan sebagainya. Mereka takut bila belajar meditasi, jiwanya tidak dapat diselamatkan dan pintu sorga tertutup untuk selama-lamanya. Pemikiran kaum tradisional konservatif ini tidak terlalu ditanggapi secara serius oleh kaum hippy yang menganggap bahwa mereka menjadi budak dogma selama berabad-abad dan dikungkung dalam lingkup pandangan penuh curiga terhadap pandangan-pandangan maupun cara hidup yang lain. Oleh karena itu, mereka berusaha lebih bersahabat dengan alam, mereka umumnya memiliki pandangan yang jauh lebih terbuka, tak terikat pada dogma, sehingga siap menerima sesuatu yang baru dan sangat "exciting" yaitu med...