Skip to main content

Puisi dan Jiwa Pengusaha



JAKARTA, KOMPAS.com--Pengusaha jangan hanya dilihat sebagai sosok yang berbisnis meraup keuntungan besar saja, tak peduli dengan lingkungan. Mereka pun punya kepekaan sosial, kenyataan sehari-hari yang dicerna dengan nurani, dan juga punya kegelisahan tersendiri akan kejadian yang dihadapi. Melalui puisi, kegelisahan (dan kepedulian) itu dicatat, dibukukan, meski dalam usia yang tak lagi muda.

Puisi merupakan “obat” mujarab dalam menghadapi tekanan demi tekanan, stress dan mampu menjadi penyeimbang jiwa. Puisi juga bisa menjadi ruang untuk keluar dari bayang dunia sehari-hari yang dilakoni seseorang. Di situ ada pekerjaan dan tanggungjawab yang disandang penulisnya, berangkat dari berbagai kenyataan yang dihadapi dan dinilainya dengan hati nurani.

Hal itu disampaikan oleh tiga penulis yang sehari-hari berprofesi sebagai pengusaha kelas atas, Slamet Widodo, Agustus Sani Nugroho dan Irawan Massie saat tampil bersama dalam dialog di Sastra Reboan, Rabu (29/10) malam. Mereka baru bertemu pertama kalinya, dan itu terjadi di panggung yang diadakan di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan setiap hari Rabu akhir bulan itu.

Slamet Widodo yang pengusaha real estat telah menelorkan 7 buku kumpulan puisinya, Irawan Massie (mantan eksekutif di bank swasta dan perusahaan nasional) juga telah menerbitkan kumpulan puisinya sejak 1992, dan Agustus Sani Nugroho (corporate lawyer dan pemilik beberapa perusahaan) telah mengeluarkan kumpulan puisi “Mata Hati” dan novel “Akuisisi”. 

“Menulis puisi adalah sebuah pekerjaan dan tanggungjawab, dan itu akan lebih terasa jika dibukukan. Perkembangan saat ini dengan adanya penerbitan indie hendaknya menjadi pendorong bagi para penulis untuk berani menerbitkan bukunya,”ujar Agustus Sani Nugroho.

Dialog yang dipandu oleh Yo Sugianto, Ketua Sastra Reboan itu hadir di tengah acara yang mengambil tema “Bahaya Bahasa”, yang dibuka dengan pembacaan puisi “Jiwa” karya R.A Kartini, dibawakan oleh Masita Riany (yang juga menjadi MC bersama penyair Setiyo Bardono). Hilda Wimar lalu tampil membawakan “Surat Untuk Obam”.

Seperti biasa, Sastra Reboan juga menampilkan musik, kali ini Andreas Presley dan kawan-kawan, yang mampu membius pengunjung dengan lagu-lagu slow rock dan pop seperti dari Rod Stewart dan Ben E King.

Perpaduan musik dan puisi menghangatkan malam yang diwarnai kemacetan di berbagai sudut Jakarta, seperti lewat kolaborasi dadakan antara Andreas Presley dkk dengan Branjangan, dan penampilan memikat dari Ni Puti Putri Suastini, Imam Ma’arif dan Dhenok Kristanti. Putri misalnya, mampu menghadirkan getar lewat puisi karya Dhenok diiringi petikan gitar bernuansa blues, dan Imam yang ekspresif membawakan puisi karya Slamet Widodo.

Malam itu memang pembacaan puisi lebih dominan. Diskusi buku yang direncanakan menghadirkan Akmal Nasery Basral, penulis novel “Rahasia Imperia” tidak jadi berlangsung karena sang penulisnya sedang sakit. Sementara Rini Intama yang mau membaca puisi karyanya tertawan macet jalanan.

Namun, penulis seperti Weni Suryandari yang menempuh perjalanan dari Bekasi berhasil menghindari kemacetan itu, dan membawakan puisinya. Begitu juga Pringadi Abdi Surya yang sudah lama tak tampil di Sastra Reboan setelah bertugas di Sumbawa, NTB,dan Umi Widarti yang terbilang lama tak tampil di panggung. Penyair yang sudah malang melintang di dunia sastra, Dharmadi juga tampil membawakan satu puisinya, dari bukunya “Kalau Kau Rindu Aku”.

Sedangkan Martha Sinaga, penyair dan novelis yang sudah menerbitkan banyak buku, selain sebagai jurnalis, sudah datang terlebih dahulu sebelum acara dimulai. Martha yang baru pertama kali di Sastra Reboan tampil memikat dengan dua puisinya.

Dua pembaca puisi lainnya adalah Petrus yang dikenal sebagai penyair Bohemian, dan Fendi Kacong dari Komunitas Jerami, Sumenep. “Saya senang bisa tampil di sini, dan ingin kembali lagi,”ujar Fendi.

Malam makin bergulir mendekati pukul 23.00 wib saat Sastra Reboan ditutup oleh Andreas Presley dkk, yang datang menembus kemacetan dari Tangerang, lewat I Can’t Get No Satisfaction dan Honky Tonk Woman-nya Rolling Stones. 

Sumber:  Puisi dan Jiwa Pengusaha

Comments

Popular posts from this blog

Monolog: Ibu, Dimanakah Pancasila?

Nasionalisme adalah modal bagi anak bangsa untuk mempertahankan kedaulatan  seluruh rakyat dengan pilar kearifan lokal yang menjadi tiang budaya bangsa sebagai penyaring budaya luar agar menjadi bangsa yang memiliki identitas dan berkepribadian. Telah dirumuskan Pancasila oleh para pendiri bangsa sebagai dasar dan pondasi negara, mencakup kemajemukan yang dilambangkan sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Dimana arti perbedaan bukanlah celah untuk terpecah-belah, tetapi justru celah yang harus diisi oleh kesatuan paham dalam semangat Nasionalisme. Karena itu, mari kita tanyakan kepada Sang Ibu …..… Ibu, Dimanakah Pancasila? Seorang anak bertanya kepada ibunya, Ibu, dimanakah Pancasila? Bukankah ia rumah kita? Bukankah ia identitas bangsa kita? Sembari tersenyum, Sang Ibu berkata, Anakku, Pancasila itu ada di sekeliling kita, Banyak manusia bisa melihat sekeliling dengan matanya, Tetapi mereka tak bisa melihat dengan hati nurani Ia ada di detak jantung buruh-buruh yan...

Asupan Sastra Reboan Malam Ini

Forum Sastra Reboan malam ini, Rabu, 25 Februari 2015, mengambil tema “Asupan”. Kali ini, forum itu akan menyuguhkan berbagai menu. Ada pengenalan buku antologi puisi “Titik Temu”. Buku ini menampilkan karya 60 penulis sastra seperti Masita Riany, Fendy Kachonk, Umira Ramata, Dewi Nova, dan lain-lain. Menurut Yo Sugianto, salah satu motor Sastra Reboan, forum itu juga akan diramaikan oleh sejumlah penyair dari Bandung. “Penyair dari Bandung yakni Ratna M.Rochiman, Epiis Gee dan Rezky Darojatus Solihin akan tampil, khusus datang untuk Sastra Reboan bersama penyair Matdon,” tutur Yo dalam akun Facebooknya. Pembaca puisi lainnya adalah Diana Prima Resmana, penulis dari Forum Sastra Bekasi dan Yoni Efendi, karyawan yang ingin menerbitkan buku puisi karyanya sendiri. Tak kalah menarik adalah penampilan tari Salsa yang dibawakan Athika Rahma Nasu, seorang penari dan instruktur. Ada pula Sanggar Svadara – Traditional Dance and Music, yang merupakan perkumpulan pecinta ...

Pembuktian Ilmiah Manfat Meditasi

Tiga puluh tahun yang lalu, setelah gelombang hippy yang melanda dunia selama satu dekade mereda, dunia barat menemukan satu ilmu baru yang dapat mereka jadikan sebagai pegangan hidup yaitu meditasi. Ilmu ini sebelumnya tidak mereka tanggapi secara serius, karena praduga mereka yang mengaitkan meditasi dengan ilmu setan, ilmu tukang sihir dan sebagainya. Mereka takut bila belajar meditasi, jiwanya tidak dapat diselamatkan dan pintu sorga tertutup untuk selama-lamanya. Pemikiran kaum tradisional konservatif ini tidak terlalu ditanggapi secara serius oleh kaum hippy yang menganggap bahwa mereka menjadi budak dogma selama berabad-abad dan dikungkung dalam lingkup pandangan penuh curiga terhadap pandangan-pandangan maupun cara hidup yang lain. Oleh karena itu, mereka berusaha lebih bersahabat dengan alam, mereka umumnya memiliki pandangan yang jauh lebih terbuka, tak terikat pada dogma, sehingga siap menerima sesuatu yang baru dan sangat "exciting" yaitu med...