Skip to main content

Badan Bahasa Galakkan Budaya Literasi Sekolah

Guna menggalakkan budaya membaca dan menulis atau literasi di kalangan pelajar dan sekolah, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud atau disingkat Badan Bahasa mencanangkan Gerakan Indonesia Membaca dan Menulis (GIMM) yang diikuti 105 peserta dari kalangan guru, siswa, dan mahasiswa se-DKI Jakarta.


"Gerakkan ini dicanangkan dalam rangka mengimplementasikan Permendikbud 21 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti yang mewajibkan pembiasaan membaca selama 15 menit sebelum pelajaran sekolah dimulai,"kata Kepala Badan Bahasa Mahsun, di acara GIMM di Jakarta.

Menurut Mahsun Permendikbud no 21/2015 mengandung hal baru yang belum pernah terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia, yaitu pengembangan potensi diri siswa secara utuh dengan wajib menggunakan waktu 15 menit pada jam pelajaran sebelum belajar-mengajar dimulai untuk membaca. 

"Permendikbud ini mengandung spirit baru yang menyangkut literasi sekolah kita,"cetusnya.

Kepala Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan Badan Bahasa Yeyen Maryani selaku penyelenggara GIMM menyatakan kegiatan literasi sekolah menjadi sangat penting karena dari hasil studi the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) melalui Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2012 menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam bidang literasi masih tertinggal dari negara lain, berada pada ranking 64 dari 65 negara.

"Kegiatan GIMM sekarang baru tingkat DKI Jakarta. Akhir bulan ini kita jadwalkan GIMM secara nasional dengan melibatkan 30 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Bahasa di seluruh provinsi,"ujarnya.

Hemat Yeyen, kegiatan literasi sekolah sebagai gerakan dengan harapan dapat menjadi gerakan bersama sama dalam peningkatan membaca dan menulis pelajar.

"Dampaknya kita harapkan positif dapat meningkatkan kemahiran membaca dan menulis pelajar kita," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) menegaskan ketrampilan membaca adalah komponen paling penting dalam berbahasa. Semakin tinggi keterampilan siswa dalam membaca semakin besar kemampuannya untuk berkembang ke bidang-bidang lain.

Ia mengingatkan semua negara mewajibkan siswanya untuk membaca sejumlah buku karya sastra, terkecuali Indonesia. 

Dikatakan, siswa SMA Indonesia tidak wajib membaca buku sastra sama sekalia alias nol buku.

Satria menegaskan selama 70 tahun Indonesia merdeka telah menelantarkan bukan hanya kewajiban membaca buku sastra di sekolah juga kewajiban membaca di sekolah.

Ia mencontohkan sejumlah negara mewajibkan membaca buku sastra seperti Thailand Selatan mewajibkan 5 buku, Malaysia 6 buku, Singapura 7 buku, Swiss 15 buku, Belanda 30 buku, Amerika 32 buku.

"Indonesia tidak ada kewajiban membaca sehingga siswa kita sekarang tidak lagi mengenal buku sastra seperti Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Vanderwijk, Siti Nurbaya, dan lain lain,"cetusnya.

Dikatakan, untuk menjadi bangsa yang literate, idealnya 1 koran dibaca 10 orang tetapi di Indonesia 1 koran dibaca oleh 45 orang. "Kita bahkan kalah dengan Srilanka di mana 1 koran dibaca oleh 38 orang dan di Filipina 1 koran dibaca oleh 30 orang," tambahnya.

Terkait hasil PISA, menurut Satria cukup mengejutkan banyak negara, terutama Amerika Serikat dan Eropa yang selama ini diyakini memiliki sistem pendidikan lebih baik. Pasalnya, kali ini peringkat 10 besar PISA 2012 didominasi negara di Asia. Anak-anak di Shanghai menduduki ranking pertama, diikuti Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, Makau, dan Jepang. Urutan ke-8 ditempati Liechtenstein, Swiss (urutan ke-9), dan Belanda (urutan ke-10).

"Finlandia yang selama ini dikenal memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia berada di posisi ke-12, Inggris ke-26, dan Amerika Serikat ke-36," ungkapnya.

Secara terpisah, Maria Ulfah, guru SMKN 7 Jakarta mengatakan kegiatan GIMM memberi pembekalan dan wawasan pengetahuan serta memotivasi dalam upaya peningkatan membaca dan menulis.

"Kita akan menyosialisasikan GIMM ini pada guru dan siswa kami di sekolah," kata Maria Ulfah. (Q-1)


Comments

Popular posts from this blog

Monolog: Ibu, Dimanakah Pancasila?

Nasionalisme adalah modal bagi anak bangsa untuk mempertahankan kedaulatan  seluruh rakyat dengan pilar kearifan lokal yang menjadi tiang budaya bangsa sebagai penyaring budaya luar agar menjadi bangsa yang memiliki identitas dan berkepribadian. Telah dirumuskan Pancasila oleh para pendiri bangsa sebagai dasar dan pondasi negara, mencakup kemajemukan yang dilambangkan sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Dimana arti perbedaan bukanlah celah untuk terpecah-belah, tetapi justru celah yang harus diisi oleh kesatuan paham dalam semangat Nasionalisme. Karena itu, mari kita tanyakan kepada Sang Ibu …..… Ibu, Dimanakah Pancasila? Seorang anak bertanya kepada ibunya, Ibu, dimanakah Pancasila? Bukankah ia rumah kita? Bukankah ia identitas bangsa kita? Sembari tersenyum, Sang Ibu berkata, Anakku, Pancasila itu ada di sekeliling kita, Banyak manusia bisa melihat sekeliling dengan matanya, Tetapi mereka tak bisa melihat dengan hati nurani Ia ada di detak jantung buruh-buruh yan...

Asupan Sastra Reboan Malam Ini

Forum Sastra Reboan malam ini, Rabu, 25 Februari 2015, mengambil tema “Asupan”. Kali ini, forum itu akan menyuguhkan berbagai menu. Ada pengenalan buku antologi puisi “Titik Temu”. Buku ini menampilkan karya 60 penulis sastra seperti Masita Riany, Fendy Kachonk, Umira Ramata, Dewi Nova, dan lain-lain. Menurut Yo Sugianto, salah satu motor Sastra Reboan, forum itu juga akan diramaikan oleh sejumlah penyair dari Bandung. “Penyair dari Bandung yakni Ratna M.Rochiman, Epiis Gee dan Rezky Darojatus Solihin akan tampil, khusus datang untuk Sastra Reboan bersama penyair Matdon,” tutur Yo dalam akun Facebooknya. Pembaca puisi lainnya adalah Diana Prima Resmana, penulis dari Forum Sastra Bekasi dan Yoni Efendi, karyawan yang ingin menerbitkan buku puisi karyanya sendiri. Tak kalah menarik adalah penampilan tari Salsa yang dibawakan Athika Rahma Nasu, seorang penari dan instruktur. Ada pula Sanggar Svadara – Traditional Dance and Music, yang merupakan perkumpulan pecinta ...

Pembuktian Ilmiah Manfat Meditasi

Tiga puluh tahun yang lalu, setelah gelombang hippy yang melanda dunia selama satu dekade mereda, dunia barat menemukan satu ilmu baru yang dapat mereka jadikan sebagai pegangan hidup yaitu meditasi. Ilmu ini sebelumnya tidak mereka tanggapi secara serius, karena praduga mereka yang mengaitkan meditasi dengan ilmu setan, ilmu tukang sihir dan sebagainya. Mereka takut bila belajar meditasi, jiwanya tidak dapat diselamatkan dan pintu sorga tertutup untuk selama-lamanya. Pemikiran kaum tradisional konservatif ini tidak terlalu ditanggapi secara serius oleh kaum hippy yang menganggap bahwa mereka menjadi budak dogma selama berabad-abad dan dikungkung dalam lingkup pandangan penuh curiga terhadap pandangan-pandangan maupun cara hidup yang lain. Oleh karena itu, mereka berusaha lebih bersahabat dengan alam, mereka umumnya memiliki pandangan yang jauh lebih terbuka, tak terikat pada dogma, sehingga siap menerima sesuatu yang baru dan sangat "exciting" yaitu med...