Skip to main content

Pencak Silat, Warisan Budaya Dunia



Jika pemuda Indonesia malu menjadi pesilat, maka tinggal tunggu waktu akan silat ditinggalkan. 

Dulu pendekar pencak silat atau jawara dianggap “jagoan” atau orang yang berilmu tinggi secara fisik dan lebih-lebih lagi secara spiritual-keagamaan. Di antara mereka banyak yang digelari “orang sakti”. Dalam perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI, para pendekar  berkontribusi besar.

Perguruan pencak silat terdapat di banyak daerah Nusantara untuk mengajarkan ilmu bela diri dan ilmu spiritualitas dengan menjalani rirual-ritual serta pantangan-pantangan tertentu. Silat melestarikan  budaya dan kearifan lokal, sekaligus sebagai benteng terhadap penetrasi budaya asing yang dianggap merugikan. Beberapa  pesantren mengembangkan ilmu pencak silat. Karena itu, jangan heran jika ada kiai yang ahli ilmu agama sekaligus jago silat.   

Memang, silat saja bukan sekadar olahraga bela diri. Jauh lebih dari itu, silat penuh dengan kaidah ilmu kehidupan yang cocok dan untuk  diterapkan dalam kehidupan pribadi, bisnis, manajemen, dan kepemimpinan.

Edwin Hidayat Abdullah, eksekutif  muda, yang juga praktisi silat, mengungkapkan itu dalam bukunya, Keajaiban Silat, Kaidah Ilmu Kehidupan dalam Gerakan Mematikan yang baru diluncurkan di Jakarta, belum lama ini.

Sebagian besar isi buku ini memang menyangkut falsafah hidup, yakni hubungan silat dengan pendidikan kearifan, kepemimpinan, manajemen rezeki, manajemen ambisi, dan manajemen konflik. Dilengkapi dengan sketsa gerakan pesilat, buku ini menjelaskan 17 kaidah jalan silat yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Di antara kaidah-kaidah itu berbunyi: Lebih besar belum tentu lebih baik, semakin kuat kita menekan lawan maka semakin kuat lawan bertahan dan balas dendam. Jangan takut pada pukulan, tetapi waspadailah orang yang melontarkan pukulan. Senjata bukanlah perpanjangan tangan, ia adalah bagian dari tubuh. Ada lagi: Ketika sudah mendapatkan apa yang kita mau, berhentilah sebelum memutuskan untuk menambah. Bagus, kan!

Edwin pernah kuliah di Massachusettss Institute of Technology (MIT), Sloan School of Management, Boston, AS, sekolah manajemen top dunia. Di situ ia terkejut ketika menemukan profesornya, Otto Scharmer, ternyata memasukkan kebijakan Timur dalam penyusunan teori universal yang  berguna bagi “leadership” dan manajemen secara keseluruhan, yakni Teori U. Ia tambah terkejut ketika Peter Senge, yang dijuluki salah satu guru manajemen dunia, mengambil kaidah-kaidah aikido, ilmu bela diri Jepang, yang sama dengan kaidah ilmu silat, dalam bukunya, Dance of Change.

Bukan untuk Berkelahi

Sebelum ke Boston Edwin, putra sejarawan dan mantan Ketua LIPI, Taufik Abdullah, ini menemui guru besar perguruan Silek (Silat) Kumango, Lazuardi Malin Maradjo, di Batu Sangkar, Sumatera Barat. Di sini ia mendapat pelajaran bahwa tujuan belajar silat bukan untuk berkelahi, melainkan untuk empat hal, yakni beribadah atau mengenal Tuhan melalui diri sendiri, menjalin silaturahmi, menjaga kesehatan, dan melestarikan budaya. Syekh Abdul Rahman Al Khalidi Kumango, pencetus aliran silat Kumango, mengatakan silat lahir hanya 25 persen, selebihnya adalah olah batin, olah rasa atau pemahaman tentang kaidah-kaidah kehidupan universal. 

Buku ini juga mengutip kaidah-kaidah silat Cikalong atau Maenpo Cikalong dari Paguron Pancer Bumi, Cikalong, Haji Ceng Suryana, Silat Golok Seliwa, dan perguruan lainnya.

Menjadi adimanusia, kok malu?  

Dr Eddie M. Nalapraya, tokoh legendaris pencak silat Indonesia, dalam sambutannya pada buku ini menyatakan, silat meliputi olahraga, bela diri, seni dan spiritualitas yang kuat untuk mendidik seseorang menjadi  adimanusia atau  “a noble man”. Manusia berbudi luhur.

Mantan Ketum IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia), yang juga mantan Wagub DKI ini membuktikan hal itu. Mayjen TNI (purnawirawan) ini masih tampak sehat, kuat, dan murah senyum pada usianya yang 83 tahun, berkat belajar silat sejak muda. 

Pada awalnya ketika baru menjadi Ketum IPSI, lebih 30 tahun lalu, Eddie sering memergoki pesilat yang menyembunyikan pakaian silatnya usai berlatih. Ini beda dengan mereka yang berlatih bela diri asing, yang menggunakan seragam mereka dengan bangga.  Akhirnya, ia  mendapat jawaban yang membuatnya marah dan ingin menangis yakni: “Malu”.

Ia  tidak pernah berpenampilan sebagai jawara atau pendekar silat, tetapi tidak pernah malu mengatakan dirinya pencinta silat. Jika pemuda Indonesia malu menjadi pesilat, katanya, tinggal tunggu waktu mereka meninggalkan  silat dan mengadopsi budaya impor.

Eddie yang membantu pendirian organisasi pencak silat Malaysia mengatakan, negeri jiran itu kini sudah mempunyai akademi pencak silat. Indonesia?

Persaudaraan Pencak Silat Setia Hati Terate, biasa disingkat SH Terate, Madiun, Jawa Timur, kini mempunyai sekitar 2 juta anggota di seluruh Indonesia dan di 15 negara, termasuk Malaysia. Ketua Umum SH Terate, Mas Tarmaji, sudah melontarkan gagasan untuk membangun padepokan pencak silat sebagai tempat berlatih untuk semua aliran pencak silat di Madiun, sekaligus menjadikan kota kelahiran SH Terate itu sebagai Bumi Pencak Silat. Sebagai  Ketum Paguyuban Pawitandirogo (Pacitan, Ngawi, Magetan, Madiun, dan Ponorogo) dan anggota SH Terate, saya mendukung usul itu.

Mengingat  banyak perguruan silat lahir di Indonesia sejak dulu kala, saya bersama Pak Eddie, Bung Edwin, dan Bung Arifin  Purwakananta dari Kampoeng Silat Jampang, sepakat mengusulkan kepada PBB melalui UNESCO agar pencak silat dinyatakan sebagai warisan budaya dunia atau World Cultural Heritage asal Indonesia, sebelum keduluan negara lain!

Penulis adalah wartawan dan aktivis sosial.

Sumber : Sinar Harapan

Comments

Popular posts from this blog

Monolog: Ibu, Dimanakah Pancasila?

Nasionalisme adalah modal bagi anak bangsa untuk mempertahankan kedaulatan  seluruh rakyat dengan pilar kearifan lokal yang menjadi tiang budaya bangsa sebagai penyaring budaya luar agar menjadi bangsa yang memiliki identitas dan berkepribadian. Telah dirumuskan Pancasila oleh para pendiri bangsa sebagai dasar dan pondasi negara, mencakup kemajemukan yang dilambangkan sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Dimana arti perbedaan bukanlah celah untuk terpecah-belah, tetapi justru celah yang harus diisi oleh kesatuan paham dalam semangat Nasionalisme. Karena itu, mari kita tanyakan kepada Sang Ibu …..… Ibu, Dimanakah Pancasila? Seorang anak bertanya kepada ibunya, Ibu, dimanakah Pancasila? Bukankah ia rumah kita? Bukankah ia identitas bangsa kita? Sembari tersenyum, Sang Ibu berkata, Anakku, Pancasila itu ada di sekeliling kita, Banyak manusia bisa melihat sekeliling dengan matanya, Tetapi mereka tak bisa melihat dengan hati nurani Ia ada di detak jantung buruh-buruh yan...

Asupan Sastra Reboan Malam Ini

Forum Sastra Reboan malam ini, Rabu, 25 Februari 2015, mengambil tema “Asupan”. Kali ini, forum itu akan menyuguhkan berbagai menu. Ada pengenalan buku antologi puisi “Titik Temu”. Buku ini menampilkan karya 60 penulis sastra seperti Masita Riany, Fendy Kachonk, Umira Ramata, Dewi Nova, dan lain-lain. Menurut Yo Sugianto, salah satu motor Sastra Reboan, forum itu juga akan diramaikan oleh sejumlah penyair dari Bandung. “Penyair dari Bandung yakni Ratna M.Rochiman, Epiis Gee dan Rezky Darojatus Solihin akan tampil, khusus datang untuk Sastra Reboan bersama penyair Matdon,” tutur Yo dalam akun Facebooknya. Pembaca puisi lainnya adalah Diana Prima Resmana, penulis dari Forum Sastra Bekasi dan Yoni Efendi, karyawan yang ingin menerbitkan buku puisi karyanya sendiri. Tak kalah menarik adalah penampilan tari Salsa yang dibawakan Athika Rahma Nasu, seorang penari dan instruktur. Ada pula Sanggar Svadara – Traditional Dance and Music, yang merupakan perkumpulan pecinta ...

Pembuktian Ilmiah Manfat Meditasi

Tiga puluh tahun yang lalu, setelah gelombang hippy yang melanda dunia selama satu dekade mereda, dunia barat menemukan satu ilmu baru yang dapat mereka jadikan sebagai pegangan hidup yaitu meditasi. Ilmu ini sebelumnya tidak mereka tanggapi secara serius, karena praduga mereka yang mengaitkan meditasi dengan ilmu setan, ilmu tukang sihir dan sebagainya. Mereka takut bila belajar meditasi, jiwanya tidak dapat diselamatkan dan pintu sorga tertutup untuk selama-lamanya. Pemikiran kaum tradisional konservatif ini tidak terlalu ditanggapi secara serius oleh kaum hippy yang menganggap bahwa mereka menjadi budak dogma selama berabad-abad dan dikungkung dalam lingkup pandangan penuh curiga terhadap pandangan-pandangan maupun cara hidup yang lain. Oleh karena itu, mereka berusaha lebih bersahabat dengan alam, mereka umumnya memiliki pandangan yang jauh lebih terbuka, tak terikat pada dogma, sehingga siap menerima sesuatu yang baru dan sangat "exciting" yaitu med...