Skip to main content

Titik Temu Hingga Tari Salsa di Sastra Reboan

“Asupan”, kata yang sering terdengar,dipakai untuk pentingnya gizi bagi manusia. Kata yang unik karena tak ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan adanya di kamus Bahasa Sunda.Asupan berasal dari kata “asup” yang artinya sama dengan “masuk”di KBBI.

Asupan tak hanya untuk soal gizi, kita pun hidup dengan banyak mendapat asupan, entah itu dalam seni modern, komunikasi dan lainnya. Namun, kita juga mendapat asupan dari diri sendiri, dari para pemimpin yang sayangnya tidak memberikan gizi bagus. Tak usah bicara dunia politik yang makin semrawut, sastra pun masih jadi anak tiri, tak pernah disinggung oleh petinggi Negara.

Sastra Reboan mencoba mengambil tema “Asupan” dengan harapan ada yang bisa masuk dalam relung kesadaran kita dari para pengisi acara nanti.

Buku “Titik Temu”akan diperkenalkan, menghadirkan beberapa penuiisnya yakni Masita Riany, Fendy Kachonk dan Umira Ramata. Buku yang ditulis oleh 60 penyair ini menyajikan karya tentang hak asasi manusia, kebebasan beragama,pejuang HAM yang dikriminalkan dan persoalan-persoalan HAM yang tak kunjung reda. Masita aktif di bidang lingkungan dan HAM, tapi lebih suka diktakan sebagai pekerja social yang bergerak secara independen. Ia sering tampil di berbagai aktivitas sastra, membaca puisi dan monolog.

Sedangkan Fendi Kachonk yang aseli Sumenep, Madura aktif di Komunitas Kampoeng Jerami, sebuah komunitas di bidang kepenulisan. Puisi-puisinya telah dimuat di berbagai media nasonal dan luar negeri. Sedangkan Umirah adalah nama pena dari perempuan asal Cirebon, yang suka membaca novel dan menulis.

Reboan juga akan diisi dengan seni tari Salsa yang dibawakan oleh Athika Rahma Nasu, seorang penari dan instruktur. Selain itu juga tampil Sanggar Svadara – Traditional Dance and Music, yang merupakan perkumpulan pecinta seni dan music, berdiri sejak November 2011.

Puisi yang selalu menghiasi Sastra Reboan juga akan tersaji. Penyair dari Bandung yakni Ratna M.Rochiman, Epiis Gee dan Rezky Darojatus Solihin akan tampil, khusus datang untuk Sastra Reboan bersama penyair kawakan, Matdon. “Saya tidak baca puisi, hanya nyakseni,”kata Matdon yang baru meluncurkan bukunya “Menulis Puisi Lagi’ tentang 6 tahun MSB.

Pembaca puisi lainnya adalah Diana Prima Resmana, penulis dari Forum Sastra Bekasi dan Yoni Efendi, karyawan yang ingin menerbitkan buku puisi karyanya sendiri.

Tentu akan ada penampil lain, yang suka tiba-tiba hadir dan ingin naik panggung.

Semoga hati dan cuaca memberi ruang bagi kita melangkahkan kaki ke Sastra Reboan nanti.

Foto dan tulisan ini dikutip oleh Simi L. Ikiti @puisiliar dari akun Facebook Yo Sugianto, pengelola Reboan.

Comments

Popular posts from this blog

SALAM SASTRA, Komunitas KAMPOENG JERAMI Luncurkan Buku Kumpulan Puisi Berjudul “TITIK TEMU”

RBI, BENGKULU - Bertepatan dengan peringatan Hari Ham se-dunia ke-66 yang jatuh pada hari ini, Rabu, 10 Desember 2014 maka dengan resmi Komunitas Kampoeng Jerami meluncurkan buku kebanggaan mereka yang diberi judul “Titik Temu”. Setelah melalui berapa tahapan mulai dari pengumpulan naskah, lay out, dan editing antologi puisi yang berupaya merekam sem ua catatan kecintaan pada sesama ini akhirnya menyeruak di dunia sastra Indonesia.  Rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ucapan terima kasih kepada seluruh penulis, teman, kawan, guru, dan tangan-tangan yang memiliki kepedulian pada Komunitas Kampoeng Jerami dengan telah membantu segala proses, baik dari proses awal sampai akhirnya nanti buku ini mampu hadir di beberapa wilayah dan daerah sebagai pintu masuk dalam mengampanyekan untuk saling kasih dan sayang terhadap sesama, lingkungan, serta alam semesta yang menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kebutuhan dasar sebagai manusia.

Peluncuran Buku Amarah Lembaga Bhinneka

Kabar Budaya – RetakanKata Kekerasan dan penindasan minoritas yang berbuntut pada pelanggaran HAM di Indonesia telah menjadi berita renyah yang setiap hari disajikan bagi masyarakat Indonesia. Mau tidak mau, kita menelan sajian itu ketika peran aparat negara dalam menyikapi masalah tersebut cenderung semakin menurun. Rakyat marah namun sulit bertindak. Rakyat menderita di negeri yang katanya kaya. Rakyat pun hilang percaya, terutama kepada pelaku pemerintahan yang korup dan abai perannya. Bagaimana kami bersuara? Perbedaan pendapat dan keyakinan dalam memperjuangkan HAM yang seharusnya adalah dinamika di era Pasca Kemerdekaan sering mendapat tekanan, bahkan pembungkaman. Anda terjebak, sulit bernapas dan semakin sulit bernapas ketika pihak yang berwenang semakin abai dalam menyelesaikan persoalan ini, sementara pihak lain berpesta di atas penderitaan rakyat (minoritas). Antologi puisi & cerpen AMARAH hadir di tengah carut-marut bangsa Indonesia dalam...