Bila kamu melangkahkan kaki pada hari Rabu malam di akhir bulan menuju
Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta. Maka kamu pasti akan
menjumpai sebuah panggung sastra yang menyajikan seni, diskusi, puisi,
cerpen bahkan musik sekalipun.
Sastra Reboan, Sebuah acara yang digagas oleh Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam) sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sastra selalu hadir di minggu terakhir tiap bulannya, pada hari Rabu sejak April 2008 lalu. Ada yang spesial pada Reboan ke 26 ini dengan hadirnya Joko Pinurbo. Seorang sastrawan asal Yogya yang tenar dengan karya puisi dan sajak-sajaknya. Dia yang biasanya enggan hadir jika diundang dalam acara sastra, entah kenapa kali ini ia menyempatkan untuk membacakan karya-karyanya pada puncak acara.
Selain Joko Pinurbo, Reboan semalam (26/5) juga diisi oleh sejumlah
penyair seperti Heru Emka, Mustafa Ismail, Paquita Wijaya, Shinta
Miranda, Idaman Andarmosoko serta politikus Budiman Sujatmiko. Acara
dimulai dengan diskusi novel Sandikala karya Premita Fifi, yang
dilanjutkan dengan pembacaan puisi dan sebagai pengisi intermezo band
pop rock pun dihadirkan untuk meregangkan urat syaraf. Setelah itu,
puisi-puisi ringan seputar cinta akhirnya dikumandangkan oleh seorang
Idaman. Tema-tema cinta yang dibawakan Idaman memang cukup menghibur dan
menggelitik, sebut saja salah satu puisinya yang bertajuk Balasan Surat Cinta Kepada Sang Penyair.
Sastra Reboan, Sebuah acara yang digagas oleh Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam) sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sastra selalu hadir di minggu terakhir tiap bulannya, pada hari Rabu sejak April 2008 lalu. Ada yang spesial pada Reboan ke 26 ini dengan hadirnya Joko Pinurbo. Seorang sastrawan asal Yogya yang tenar dengan karya puisi dan sajak-sajaknya. Dia yang biasanya enggan hadir jika diundang dalam acara sastra, entah kenapa kali ini ia menyempatkan untuk membacakan karya-karyanya pada puncak acara.
Sampai pada acara puncak, yang ditunggu-tunggu akhirnya naik pentas. Joko Pinurbo, membacakan beberapa sajak pendek mulai dari tema keseharian hingga kritik sosial yang pedas. Kejutan tak pernah berhenti pada Reboan malam itu, terakhir diberikan oleh seorang penonton yang membacakan puisi seputar tragedi 12 mei 1998. Berapi-api hingga menitikan air mata ia mengungkap diskriminasi serta perlakuan sadis terhadap masyarakat Tionghoa kala itu, yang kebutulan dirinya juga seorang Tionghoa.
Perlu diketahui, Sastra Reboan kini telah berjalan 2 tahun lebih. Tidak banyak pentas sastra layaknya Sastra Reboan yang wanginya sedikit demi sedikit mulai mengharumi panggung sastra di negeri Indonesia mampu bertahan sejauh itu, jadi apresiasi dan dukungan layak diberikan untuk acara-acara seperti ini.
Comments
Post a Comment