Skip to main content

Pentas Dua Monolog

Sebelum memasuki tahun politik seperti sekarang, negara ini sudah dicabik-cabik korupsi. Alih-alih kapok, para pelaku korupsi seolah menemukan modus-modus baru untuk mengeruk uang negara sembari menimbun pundi-pundi kekayaan diri sendiri. Lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti “berkejaran keahlian” dengan para koruptor di dalam mencari alibi dan modus korupsi.

Pentas Dua Monolog ini akan menampilkan monolog karya Putu Fajar Arcana yang berangkat dari situasi politik dan penyelenggaraan negara yang penuh dengan tipu-daya. Banyak pejabat negara, bahkan beberapa menteri terlibat kasus korupsi. Belum lagi kasus-kasus yang menimpa para pimpinan partai politik. Peristiwa-peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kenegaraan kita itu diolah dan kemudian diekspresikan dalam bentuk monolog oleh Putu Fajar Arcana. Wartawan dan sastrawan ini menerbitkan buku berjudul “Monolog Politik” yang berisi lima monolog tentang centang-perenang kasus-kasus korupsi di Tanah Air. Ia tidak sekadar repetisi terhadap realitas sehari-hari yang keras, tetapi telah menjadi permenungan terhadap kemerosotan martabat dan rendahnya moralitas manusia dewasa ini. 


Monolog pertama Wakil Rakyat yang Terhormat akan dimainkan oleh aktris yang malang-melintang dalam dua akting panggung, Sha Ine Febriyanti. Sedangkan lakon Orgil akan dimainkan oleh aktor asal Bali, Dindon Kajeng. Dua monolog ini akan dipentaskan pada :

Sabtu, 19 Juli 2014, pukul 20.00 WIB
Lakon : Wakil Rakyat yang Terhormat
Pemain : Sha Ine Febriyanti
Sutradara/Naskah: Putu Fajar Arcana
Musik : Maya Hasan
Artistik : Rani Badri Kalianda

Minggu, 20 Juli 2014, pukul 20.00 WIB
Lakon : Orgil
Pemain : Dindon Kajeng
Naskah : Putu Fajar Arcana
Sutradara : Warih Wisatsana
Artistik : Rani Badri Kalianda

Free as always,
Yuk nonton dan apresiasi!
ika w burhan
Bentara Budaya jakarta

Comments

Popular posts from this blog

Titik Temu Hingga Tari Salsa di Sastra Reboan

“Asupan”, kata yang sering terdengar,dipakai untuk pentingnya gizi bagi manusia. Kata yang unik karena tak ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan adanya di kamus Bahasa Sunda.Asupan berasal dari kata “asup” yang artinya sama dengan “masuk”di KBBI. Asupan tak hanya untuk soal gizi, kita pun hidup dengan banyak mendapat asupan, entah itu dalam seni modern, komunikasi dan lainnya. Namun, kita juga mendapat asupan dari diri sendiri, dari para pemimpin yang sayangny a tidak memberikan gizi bagus. Tak usah bicara dunia politik yang makin semrawut, sastra pun masih jadi anak tiri, tak pernah disinggung oleh petinggi Negara. Sastra Reboan mencoba mengambil tema “Asupan” dengan harapan ada yang bisa masuk dalam relung kesadaran kita dari para pengisi acara nanti.

SALAM SASTRA, Komunitas KAMPOENG JERAMI Luncurkan Buku Kumpulan Puisi Berjudul “TITIK TEMU”

RBI, BENGKULU - Bertepatan dengan peringatan Hari Ham se-dunia ke-66 yang jatuh pada hari ini, Rabu, 10 Desember 2014 maka dengan resmi Komunitas Kampoeng Jerami meluncurkan buku kebanggaan mereka yang diberi judul “Titik Temu”. Setelah melalui berapa tahapan mulai dari pengumpulan naskah, lay out, dan editing antologi puisi yang berupaya merekam sem ua catatan kecintaan pada sesama ini akhirnya menyeruak di dunia sastra Indonesia.  Rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ucapan terima kasih kepada seluruh penulis, teman, kawan, guru, dan tangan-tangan yang memiliki kepedulian pada Komunitas Kampoeng Jerami dengan telah membantu segala proses, baik dari proses awal sampai akhirnya nanti buku ini mampu hadir di beberapa wilayah dan daerah sebagai pintu masuk dalam mengampanyekan untuk saling kasih dan sayang terhadap sesama, lingkungan, serta alam semesta yang menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kebutuhan dasar sebagai manusia.

Peluncuran Buku Amarah Lembaga Bhinneka

Kabar Budaya – RetakanKata Kekerasan dan penindasan minoritas yang berbuntut pada pelanggaran HAM di Indonesia telah menjadi berita renyah yang setiap hari disajikan bagi masyarakat Indonesia. Mau tidak mau, kita menelan sajian itu ketika peran aparat negara dalam menyikapi masalah tersebut cenderung semakin menurun. Rakyat marah namun sulit bertindak. Rakyat menderita di negeri yang katanya kaya. Rakyat pun hilang percaya, terutama kepada pelaku pemerintahan yang korup dan abai perannya. Bagaimana kami bersuara? Perbedaan pendapat dan keyakinan dalam memperjuangkan HAM yang seharusnya adalah dinamika di era Pasca Kemerdekaan sering mendapat tekanan, bahkan pembungkaman. Anda terjebak, sulit bernapas dan semakin sulit bernapas ketika pihak yang berwenang semakin abai dalam menyelesaikan persoalan ini, sementara pihak lain berpesta di atas penderitaan rakyat (minoritas). Antologi puisi & cerpen AMARAH hadir di tengah carut-marut bangsa Indonesia dalam...