Skip to main content

Kebersamaan Dalam Sastra Reboan Jakarta

Saat para penggemar musik metal, yang juga anggota komunitas penunggang motor, lengkap dengan atribut khasnya jaket dengan logo burung condor, mendengarkan puisi, apa yang terlihat? Mereka menyimak dengan serius, di tengah obrolan yang tak berisik atau sapaan ketika ada rekannya yang datang.

Malam  itu, Rabu (28/01/2014) MMC-Ousiders Nationz, salah satu komunitas klub motor di Indonesia yang telah berusia lebih dari 25 tahun, dan tersebar di 12 kota, datang dan mengisi acara Sastra Reboan. Buku “Outsiders” – Kisah Penunggang Motor ditampilkan dalam obrolan di panggung bersama dua penulisnya, Isfandiari Mahbub Djunaidi dan Iwan Rasta. Isfandiari juga naik panggung lagi membawakan sebuah lagu.

Buku setebal 284 halaman itu ditulis dengan bahasa yang ringan, puitis dan mampu memberikan gambaran yang berbeda tentang para anggota klub motor itu. Berikut cuplikan dari halaman 32 buku itu :  Pada siang yang malas, Pantai Pangandaran boleh bersyukur ditinggal oleh gerombolan yang berisik Motor-motor sudah melayang menuju banjar lagi, tepat mentari tergelincir ke arah barat.


Tak hanya anggota Ousiders saja yang membuat Warung Apresiasi (Wapres), Bulungan, Jakarta Selatan malam itu jadi meriah tapi juga kehadiran berbagai komunitas lain, serta para pengisi acara yang semuanya merupakan “wajah baru”, dalam arti baru pertama kalinya manggung di Sastra Reboan. Pilo Poly yang meski pernah tampil bersama “Sarang Matahari” (grup musik), tapi baru pertama kali membaca puisi di panggung ini. Mereka pun datang dari berbagai daerah, seperti Fileski yang khusus datang dari Surabaya untuk bisa tampil di Sastra Reboan.

Agus Kuburan membuka acara saat jarum jam melewai angka delapan, dengan membawa gitar dan menyanyikan “Kupu-Kupu Kertas”-nya Ebiet G.Ade. Bersama Alya Salaisha, ia menjadi MC malam itu.

“Kebersamaan” yang menjadi tema Sastra Reboan malam itu ditandai dengan tampilnya Duta dan Asterina, dua sejoli yang menamakan dirinya Marco Marche. Keduanya sama-sama memainkan gitar, membawakan tiga lagu karya sendiri “Power House”, “Song of us” dan “Senja & Matahari”. Duta yang menyatakan kegembiraannya tampil di Sastra Reboan mengatakan, bisa dibilang tak ada satu tempat seperti Wapres yang menyediakan ruang bagi semua seniman untuk mengekpresikan dirinya.

Usai duo itu, dua penulis buku “Outsiders” tampil di panggung, dipandu oleh Yo Sugianto.  Bercerita tentang komunitas klub motor itu, Isfandiari menuturkan banyak suka duka yang dialami dalam mepertahankan keberadaannya. Ada tragedi yang pernah terjadi, dan diungkapkan di buku itu meski ada beberapa bagian yang sengaja tak tersaji. “Dinamika dalam suatu komunitas itu merupakan hal yang menarik. DInamika yang membuat kebersamaan Outsiders makin kental”tambah Iwan Rasta.

Usai jam session, yang diikuti oleh pemain bass asal Balikpapan, Fileski yang sering disebut sebagai “Poet Musikian” karena sajian   khas pertunjukan resital biola puisi, tampil mengenakan ikat kepala. Ia membawakan puisi “Kau Bawa Kemana Negeriku”, yang khusus dipersembahkannya untuk Sastra Reboan. Penampilannya ekspresif, dan permainan biolanya menawan. Anak muda yang menjadi guru biola ini meraih Anugerah Hescom Musikalisasi Puisi E-Sastera Malaysia 2014. Hescom atau Hadiah E-Sastera ini diadakan oleh komunitas puisi cyber E-Sastera Malaysia sejak tahun 2003.

Fileski kemudian menampilkan karyanya yang lain,”Waktu Semakin Dekat” dengan iringan musik minus one, yang ditingkahi dengan permainan biolanya. Pemecah rekor musikalisasi puisi 11 jam nonstop pada 2012 ini juga tampil kembali di panggung mengiringi dua pembaca puisi, Fay Shalamar yang membawakan “Sajak Burung Kondor” karya Rendra, dan Syakki Zanky dengan karyanya sendiri.

Sahlul Fuad, salah satu penggiat Sastra Reboan agaknya rindu panggung malam itu. Sambil tetap membawa tas rangselnya di punggung,  lulusan S-2 jurusan antropologi ini membawakan puisinya dengan intonasi yang pas, menceritakan perjalanan dengan sepeda motor. Lirik-lirik yang kebetulan senafas dengan kisah anggota Outsiders, yang malam itu datang dari Jakarta dan Banten.

Malam makin larut, dan sebelum ditutup dengan dua penampilan Heru Cakiel membawakan puisi “Adang..Bukan Afang, Maaf” karya Abah Yoyok, diiringi gitar Adang, serta Ulil yang sejak lama ingin tampil di Sastra Reboan.

Sampai berjumpa di Sastra Reboan, 25 Februari 2015 mendatang. (gie)

Comments

Popular posts from this blog

Titik Temu Hingga Tari Salsa di Sastra Reboan

“Asupan”, kata yang sering terdengar,dipakai untuk pentingnya gizi bagi manusia. Kata yang unik karena tak ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan adanya di kamus Bahasa Sunda.Asupan berasal dari kata “asup” yang artinya sama dengan “masuk”di KBBI. Asupan tak hanya untuk soal gizi, kita pun hidup dengan banyak mendapat asupan, entah itu dalam seni modern, komunikasi dan lainnya. Namun, kita juga mendapat asupan dari diri sendiri, dari para pemimpin yang sayangny a tidak memberikan gizi bagus. Tak usah bicara dunia politik yang makin semrawut, sastra pun masih jadi anak tiri, tak pernah disinggung oleh petinggi Negara. Sastra Reboan mencoba mengambil tema “Asupan” dengan harapan ada yang bisa masuk dalam relung kesadaran kita dari para pengisi acara nanti.

SALAM SASTRA, Komunitas KAMPOENG JERAMI Luncurkan Buku Kumpulan Puisi Berjudul “TITIK TEMU”

RBI, BENGKULU - Bertepatan dengan peringatan Hari Ham se-dunia ke-66 yang jatuh pada hari ini, Rabu, 10 Desember 2014 maka dengan resmi Komunitas Kampoeng Jerami meluncurkan buku kebanggaan mereka yang diberi judul “Titik Temu”. Setelah melalui berapa tahapan mulai dari pengumpulan naskah, lay out, dan editing antologi puisi yang berupaya merekam sem ua catatan kecintaan pada sesama ini akhirnya menyeruak di dunia sastra Indonesia.  Rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ucapan terima kasih kepada seluruh penulis, teman, kawan, guru, dan tangan-tangan yang memiliki kepedulian pada Komunitas Kampoeng Jerami dengan telah membantu segala proses, baik dari proses awal sampai akhirnya nanti buku ini mampu hadir di beberapa wilayah dan daerah sebagai pintu masuk dalam mengampanyekan untuk saling kasih dan sayang terhadap sesama, lingkungan, serta alam semesta yang menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kebutuhan dasar sebagai manusia.

Peluncuran Buku Amarah Lembaga Bhinneka

Kabar Budaya – RetakanKata Kekerasan dan penindasan minoritas yang berbuntut pada pelanggaran HAM di Indonesia telah menjadi berita renyah yang setiap hari disajikan bagi masyarakat Indonesia. Mau tidak mau, kita menelan sajian itu ketika peran aparat negara dalam menyikapi masalah tersebut cenderung semakin menurun. Rakyat marah namun sulit bertindak. Rakyat menderita di negeri yang katanya kaya. Rakyat pun hilang percaya, terutama kepada pelaku pemerintahan yang korup dan abai perannya. Bagaimana kami bersuara? Perbedaan pendapat dan keyakinan dalam memperjuangkan HAM yang seharusnya adalah dinamika di era Pasca Kemerdekaan sering mendapat tekanan, bahkan pembungkaman. Anda terjebak, sulit bernapas dan semakin sulit bernapas ketika pihak yang berwenang semakin abai dalam menyelesaikan persoalan ini, sementara pihak lain berpesta di atas penderitaan rakyat (minoritas). Antologi puisi & cerpen AMARAH hadir di tengah carut-marut bangsa Indonesia dalam...