Skip to main content

Berprestasi Dalam Silat, Bersemangat Dalam Pelestarian Budaya


Ratusan pesilat yang bergabung dalam perkumpulan silat Setia Hati Organisasi (SHO) akan bertanding dalam Kejuaraan Nasional yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 23 – 24 Desember 2017 mendatang. Para pesilat SHO tersebut datang dari Banten, Kepulauan Riau, Singapura dan Jakarta sendiri.

Masita Riany selaku Ketua Panitia SHO Cup 2017 menjelaskan dalam rilisnya: “Panitia sudah mempersiapkan kejuaran nasional ini sejak Juli 2017 lalu, karena itu saya berharap kejuaraan nasional ini akan berjalan dengan lancar dan sukses. Juga menjadi semangat dan motivasi bagi atlit – atilit muda dari Perkumpulan SHO untuk maju, terus berkarya dan tetap bangga sebagai pesilat dalam melestarikan seni budaya asli Indonesia ini, bahkan mungkin nanti bisa turut mengharumkan nama Indonesia”.

Masita menambahkan, “Kejuaraan nasional nanti dipastikan akan berlangsung di Jakarta. Hanya saja, untuk tempat kejuaraan masih tentatif. Masih dipilih yang sesuai dengan harapan peserta maupun panitia”.

Tentang tujuan even ini sendiri Masita menjelaskan, kejuaraan nasional ini diselenggarakan untuk melihat sejauh mana kemajuan pesilat yang berada di Perkumpulan SHO. Harus ada kemajuan sehingga pesilat SHO bisa lebih menunjukkan prestasi secara nasional.

Selain itu, kejurnas diadakan sebagai ajang silaturahmi antar anggota pesilat SHO yang anggotanya terus berkembang. Diharapkan dari kejuaraan nasional ini akan muncul atlit – atlit pelajar Indonesia yang berpotensi dan berkualitas. Ikut menjunjung nama Indonesia dan selalu menjaga sportivitas”.

Kejuaraan Nasional SHO yang pertama ini akan mengusung tema: “Raih Prestasi Lestarikan Budaya:. Jadi bukan sekedar meraih prestasi, tetapi pesilat SHO juga harus ikut melestarikan budaya bangsa. “Silat adalah bagian dari budaya bangsa yang terancam punah kalau tidak dilestarikan,” pungkasnya. ***

Sukir Anggraeni

Sumber: Berprestasi Dalam Silat, Bersemangat Dalam Pelestarian Budaya

Comments

Popular posts from this blog

Titik Temu Hingga Tari Salsa di Sastra Reboan

“Asupan”, kata yang sering terdengar,dipakai untuk pentingnya gizi bagi manusia. Kata yang unik karena tak ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan adanya di kamus Bahasa Sunda.Asupan berasal dari kata “asup” yang artinya sama dengan “masuk”di KBBI. Asupan tak hanya untuk soal gizi, kita pun hidup dengan banyak mendapat asupan, entah itu dalam seni modern, komunikasi dan lainnya. Namun, kita juga mendapat asupan dari diri sendiri, dari para pemimpin yang sayangny a tidak memberikan gizi bagus. Tak usah bicara dunia politik yang makin semrawut, sastra pun masih jadi anak tiri, tak pernah disinggung oleh petinggi Negara. Sastra Reboan mencoba mengambil tema “Asupan” dengan harapan ada yang bisa masuk dalam relung kesadaran kita dari para pengisi acara nanti.

SALAM SASTRA, Komunitas KAMPOENG JERAMI Luncurkan Buku Kumpulan Puisi Berjudul “TITIK TEMU”

RBI, BENGKULU - Bertepatan dengan peringatan Hari Ham se-dunia ke-66 yang jatuh pada hari ini, Rabu, 10 Desember 2014 maka dengan resmi Komunitas Kampoeng Jerami meluncurkan buku kebanggaan mereka yang diberi judul “Titik Temu”. Setelah melalui berapa tahapan mulai dari pengumpulan naskah, lay out, dan editing antologi puisi yang berupaya merekam sem ua catatan kecintaan pada sesama ini akhirnya menyeruak di dunia sastra Indonesia.  Rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ucapan terima kasih kepada seluruh penulis, teman, kawan, guru, dan tangan-tangan yang memiliki kepedulian pada Komunitas Kampoeng Jerami dengan telah membantu segala proses, baik dari proses awal sampai akhirnya nanti buku ini mampu hadir di beberapa wilayah dan daerah sebagai pintu masuk dalam mengampanyekan untuk saling kasih dan sayang terhadap sesama, lingkungan, serta alam semesta yang menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kebutuhan dasar sebagai manusia.

Peluncuran Buku Amarah Lembaga Bhinneka

Kabar Budaya – RetakanKata Kekerasan dan penindasan minoritas yang berbuntut pada pelanggaran HAM di Indonesia telah menjadi berita renyah yang setiap hari disajikan bagi masyarakat Indonesia. Mau tidak mau, kita menelan sajian itu ketika peran aparat negara dalam menyikapi masalah tersebut cenderung semakin menurun. Rakyat marah namun sulit bertindak. Rakyat menderita di negeri yang katanya kaya. Rakyat pun hilang percaya, terutama kepada pelaku pemerintahan yang korup dan abai perannya. Bagaimana kami bersuara? Perbedaan pendapat dan keyakinan dalam memperjuangkan HAM yang seharusnya adalah dinamika di era Pasca Kemerdekaan sering mendapat tekanan, bahkan pembungkaman. Anda terjebak, sulit bernapas dan semakin sulit bernapas ketika pihak yang berwenang semakin abai dalam menyelesaikan persoalan ini, sementara pihak lain berpesta di atas penderitaan rakyat (minoritas). Antologi puisi & cerpen AMARAH hadir di tengah carut-marut bangsa Indonesia dalam...