Skip to main content

Antologi Puisi TITIK TEMU : Perhormatan pada Hak Asasi Manusia

Sejumlah 60 penyair tergabung dalam buku Antologi Puisi TITIK TEMU, yang diterbitkan oleh Komunitas Kampoeng Jerami pada hari Hak Asasi Manusia (HAM), 10 Desember lalu. Mereka datang dari berbagai kota di Indonesia, bahkan yang tinggal di Taiwan dan Korea, yaitu Acep Zamzam Noor, Ady Harboy, Aji Saputra, Alex R. Nainggolan, Alra Ramadhan, Ariany Isnamurti, Bayu Taji, Bunda Umy, Cici Mulia Sary, Ciek Mita Sari, Dedy Tri Riyadi, Dewi Nova, Dita Ipul,  Djemi Tomuka, Edy Samudra Kertagama, Fendi Kachonk, Handry TM, Hasmidi Ustad, Indarvis Inda, Jamal D. Rahman, Joko Bibit Santoso, Julia Asviana, Khifdi Ridho, Korrie Layun Rampan, Lara Prasetya, Lia Amalia Sulaksmi, Lilis A Md, Mariana Amiruddin, Masita Riany, Maulidia Putri, Meitha KH, M. Faizi, Mohammad Arfani, Much. Khoiri, Muhammad Zamiel El-Muttaqien, Nissa Rengganis, Retha, Reza Ginanjar, Saifun Arif Kojeh, Sastri Bakry, Saut Poltak Tambunan, Senandung Sunyi Chamellia, Setyo Widodo, Shinta Miranda, Siti Noor Laila, Soetan Radjo Pamunjak, Sofyan RH. Zaid, Sulis Setiyorini, Syaf Anton Wr., Syarifuddin Arifin, Tengsoe Tjahjono, Umirah Ramata, Upik Hartati, Vebri Al Lintani, Warih Subekti, Weni Suryandari, Yanuar Kodrat, Yeni Afrita, Yonathan Rahardjo, dan Yuli Nugrahani. Penulis yang terlibat ini terdiri dari para penyair senior maupun pemula dari beragam latar suku, agama, profesi, orientasi seksual, cara pandang dan sebagainya, 

Dalam kata sambutannya di bagian awal buku, Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia, Siti Noor Laila, menuliskan gambaran latar belakang mengapa buku ini diterbitkan. Menurutnya karya sastra menjadi salah satu bagian yang harus dikembangkan sebagai salah satu bentuk cara dalam mengembangkan penghormatan martabat manusia dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). 

 
“Indonesia masih menyimpan banyak persoalan HAM. Soal kebebasan beragama, pejuang HAM yang dikriminalkan, tanah rakyat yang diambil paksa dengan harga murah, buruh dibayar murah, dan seterusa. Namun, juga harus kita akui bahwa pasca rezim orde baru ada beberapa kemajuan dalam pengakuan dan penghayatan HAM, misalnya ditandai dengan lahirnya beberapa kebijakan. Dalam situasi ini  diperlukan peran aktif semua pihak untuk melakukan promosi HAM di negeri Indonedia yang konon sebagai negara demokrasi,” demikian dikatakan Laila. 
 
Pengasuh Komunitas Kampoeng Jerami, Fendi Kachonk dari Sumenep menandaskan impian buku ini. Selain ingin menyampaikan pesan kemanusiaan dari penyair-penyair Indonesia yang ditujukan bagi semua manusia di Indonesia dikatakan bahwa karya sastra haruslah diangkat untuk mengangkat martabat manusia. “Lewat buku kami ingin menyebarkan nilai-nilai penghormatan pada Hak Asasi Manusia lewat penerbitan dan diskusi buku di berbagai kota,” ungkapnya.
 
Yuli Nugrahani, cerpenis dan penyair dari Lampung bertindak sebagai editor bagi buku ini. Penyusun naskah Fendi Kachonk (esais, cerpenis dan penyair, pengasuh Komunitas Kampoeng Jerami), Umirah Ramata (penulis cerpen dan puisi, relawan Komunitas Kampoeng Jerami di Taipei) dan Cici Mulia Sary (penulis, penggiat seni dan relawan Komunitas Kampoeng Jerami di Bengkulu). Ilustrasi sampul dan isi buku digarap oleh Dana E. Rachmat, pelukis dan penggiat Dewan Kesenian Lampung (DKL) dengan desain dan tata letak Devin Nodestyo. Menurut rencana buku ini akan diluncurkan di berbagai kota di Indonesia antara lain Sumenep, Surabaya, Jakarta dan Bengkulu. *** 
 

Comments

Popular posts from this blog

Titik Temu Hingga Tari Salsa di Sastra Reboan

“Asupan”, kata yang sering terdengar,dipakai untuk pentingnya gizi bagi manusia. Kata yang unik karena tak ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan adanya di kamus Bahasa Sunda.Asupan berasal dari kata “asup” yang artinya sama dengan “masuk”di KBBI. Asupan tak hanya untuk soal gizi, kita pun hidup dengan banyak mendapat asupan, entah itu dalam seni modern, komunikasi dan lainnya. Namun, kita juga mendapat asupan dari diri sendiri, dari para pemimpin yang sayangny a tidak memberikan gizi bagus. Tak usah bicara dunia politik yang makin semrawut, sastra pun masih jadi anak tiri, tak pernah disinggung oleh petinggi Negara. Sastra Reboan mencoba mengambil tema “Asupan” dengan harapan ada yang bisa masuk dalam relung kesadaran kita dari para pengisi acara nanti.

SALAM SASTRA, Komunitas KAMPOENG JERAMI Luncurkan Buku Kumpulan Puisi Berjudul “TITIK TEMU”

RBI, BENGKULU - Bertepatan dengan peringatan Hari Ham se-dunia ke-66 yang jatuh pada hari ini, Rabu, 10 Desember 2014 maka dengan resmi Komunitas Kampoeng Jerami meluncurkan buku kebanggaan mereka yang diberi judul “Titik Temu”. Setelah melalui berapa tahapan mulai dari pengumpulan naskah, lay out, dan editing antologi puisi yang berupaya merekam sem ua catatan kecintaan pada sesama ini akhirnya menyeruak di dunia sastra Indonesia.  Rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ucapan terima kasih kepada seluruh penulis, teman, kawan, guru, dan tangan-tangan yang memiliki kepedulian pada Komunitas Kampoeng Jerami dengan telah membantu segala proses, baik dari proses awal sampai akhirnya nanti buku ini mampu hadir di beberapa wilayah dan daerah sebagai pintu masuk dalam mengampanyekan untuk saling kasih dan sayang terhadap sesama, lingkungan, serta alam semesta yang menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kebutuhan dasar sebagai manusia.

Peluncuran Buku Amarah Lembaga Bhinneka

Kabar Budaya – RetakanKata Kekerasan dan penindasan minoritas yang berbuntut pada pelanggaran HAM di Indonesia telah menjadi berita renyah yang setiap hari disajikan bagi masyarakat Indonesia. Mau tidak mau, kita menelan sajian itu ketika peran aparat negara dalam menyikapi masalah tersebut cenderung semakin menurun. Rakyat marah namun sulit bertindak. Rakyat menderita di negeri yang katanya kaya. Rakyat pun hilang percaya, terutama kepada pelaku pemerintahan yang korup dan abai perannya. Bagaimana kami bersuara? Perbedaan pendapat dan keyakinan dalam memperjuangkan HAM yang seharusnya adalah dinamika di era Pasca Kemerdekaan sering mendapat tekanan, bahkan pembungkaman. Anda terjebak, sulit bernapas dan semakin sulit bernapas ketika pihak yang berwenang semakin abai dalam menyelesaikan persoalan ini, sementara pihak lain berpesta di atas penderitaan rakyat (minoritas). Antologi puisi & cerpen AMARAH hadir di tengah carut-marut bangsa Indonesia dalam...