Skip to main content

Headline | Peringati Hari HAM, Komunitas Kampoeng Jerami Luncurkan Buku Antologi Puisi “Titik Temu”


Bengkulutoday.com - Setelah beberapa waktu lalu Cici Mulia Sari, M.Pd., meluncurkan antologi puisi Jalan Bersama. Rabu, 10 Desember 2014, bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-dunia kembali meluncurkan buku antologi puisi “TITIK TEMU”. Buku antologi puisi ini merupakan antologi puisi yang kedua setelah antologi Hujan dari  Komunitas Kampoeng Jerami.

Cici Mulia Sary yang juga merupakan relawan Komunitas Kampoeng Jerami ini, merupakan salah satu penulis dari antologi puisi Titik Temu yang bertema “Berangkat dari keberagaman, bertemu dalam penghormatan pada martabat manusia”

Meski dengan tertatih dan dengan perjuangan keras empat orang relawan Komunitas Kampoeng Jerami yang berbeda kota domisili bahkan ada yang berbeda negara, yakni Cici Mulia Sary dari Bengkulu, Yuli Nugrahani dari Lampung, Fendi Kachonk dari Madura, dan Umirah Ramata dari Taiwan, akhirnya mereka mampu mewujudkan mimpi mereka hingga buku antologi ini berhasil dicetak dan diluncurkan.


Kerja sama yang luar biasa tentu sangat dibutuhkan ketika mereka hanya bisa berkomunikasi dan berdiskusi selama proses persiapan penerbitan buku ini melalui facebok, bbm, dan telepon semata tanpa pernah bertatap muka langsung. Bahkan dengan latar belakang kehidupan dan profesi yang berbeda-beda mereka mencuri waktu di sela kesibukan masing-masing guna berdiskusi dan menyepakati tiap ihwal yang berkenaan dengan buku antologi ini.

Tidak ada hal lain yang mendorong mereka untuk tetap semangat kecuali karena kecintaan mereka pada sastra dan keinginan mereka untuk bersatu pada sebuah karya nyata. Niat yang sama juga mereka tanamkan pada jiwa mereka agar buku ini menjadi pintu masuk dalam mengampanyekan untuk saling kasih dan sayang terhadap sesama, lingkungan, serta alam semesta yang menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kebutuhan dasar sebagai manusia.

Proses terciptanya buku ini memakan waktu yang cukup singkat, yakni hanya 2 bulan saja. Dua bulan yang lalu mereka berdiskusi dan memulai pergerakan dengan mengeluarkan pengumuman dan merangkul penulis-penulis yang ingin bergabung dan berkarya. Kemudian dalam waktu yang sudah ditentukan mereka mengumpulkan karya dan biodata dari seluruh penulis yang telah terdaftar yang berasal dari berbagai daerah.
Melewati proses panjang, layout, editing, ISBN, dan percetakan akhirnya buku ini berhasil menyeruak di dunia sastra Indonesia pada Rabu, 10 Desember 2014 yang bertepatan dengan momentum Hari HAM se-dunia ke-66. Buku ini pun akan diluncurkan dan dibuka dari daerah Madura Kabupaten Sumenep, sekretariat Komunitas Kampoeng Jerami. Berikutnya semoga menyusul di kota-kota lainnya.

Buku ini merangkul 60 penulis nusantara, antara lain: 1. Acep Zamzam Noor; 2. Ady Harboy; 3. Aji Saputra; 4. Alex R. Nainggolan; 5. Alra Ramadhan; 6. Ariany Isnamurti; 7. Bayu Taji; 8. Bunda Umy; 9. Cici Mulia Sary; 10. Ciek Mita Sari; 11. Dedy Tri Riyadi; 12. Dewi Nova; 13. Dita Ipul;; 14. Djemi Tomuka; 15. Edy Samudra Kertagama; 16. Fendi Kachonk; 17. Handry TM; 18. Hasmidi Ustad; 19. Indarvis Inda; 20. Jamal D. Rahman; 21. Joko Bibit Santoso; 22. Julia Asvina; 23. Khifdi Ridho; 24. Korrie Layun Rampan; 25. Lara Prasetya; 26. Lia Amalia Sulaksmi; 27. Lilis A Md; 28. Mariana Amiruddin; 29. Masita Riany; 30. Maulidia Putri; 31. Meitha KH; 32. M. Faizi; 33. Mohammad Arfani; 34. Much. Khoiri; 35. Muhammad Zamiel El-Muttaqien; 36. Nissa Rengganis; 37. Retha; 38. Reza Ginanjar; 39. Saifun Arif Kojeh; 40. Sastri Bakhry; 41. Saut Poltak Tambunan; 42. Senandung Sunyi Chamelia; 43. Setyo Widodo; 44. Shinta Miranda; 45. Siti Noor Laila; 46. Soetan Radjo Pamunjak; 47. Sofyan RH. Zaid; 48. Sulis Setiyorini; 49. Syaf Anton; 50. Syarifudin Arifin Dua; 51. Tengsoe Tjahjono; 52. Umirah Ratama; 53. Hartaty Upik; 54. Vebri Al Lintani; 55. Warih Subekti; 56. Weni Suryandari; 57. Yanuar; 58. Yenni Arfrita; 59. Yonathan Rahardjo; 60.Yuli Nugrahani.

Bagi kawan, pecinta sastra, dan para guru buku ini dapat dipesan di beberapa titik: 1) Cici Mulia Sary (Bengkulu, HP: 085658331260); 2) Umirah Ramata (Taiwan); 3) Yuli Nugrahani (Lampung); 4) Ferli Atma Jaya (Sumenep); dan 5) Lia Amalia Sulaksmi (Bandung).

Penulis : Reales KKJ
Editor : Like Jansen

Comments

Popular posts from this blog

Titik Temu Hingga Tari Salsa di Sastra Reboan

“Asupan”, kata yang sering terdengar,dipakai untuk pentingnya gizi bagi manusia. Kata yang unik karena tak ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan adanya di kamus Bahasa Sunda.Asupan berasal dari kata “asup” yang artinya sama dengan “masuk”di KBBI. Asupan tak hanya untuk soal gizi, kita pun hidup dengan banyak mendapat asupan, entah itu dalam seni modern, komunikasi dan lainnya. Namun, kita juga mendapat asupan dari diri sendiri, dari para pemimpin yang sayangny a tidak memberikan gizi bagus. Tak usah bicara dunia politik yang makin semrawut, sastra pun masih jadi anak tiri, tak pernah disinggung oleh petinggi Negara. Sastra Reboan mencoba mengambil tema “Asupan” dengan harapan ada yang bisa masuk dalam relung kesadaran kita dari para pengisi acara nanti.

SALAM SASTRA, Komunitas KAMPOENG JERAMI Luncurkan Buku Kumpulan Puisi Berjudul “TITIK TEMU”

RBI, BENGKULU - Bertepatan dengan peringatan Hari Ham se-dunia ke-66 yang jatuh pada hari ini, Rabu, 10 Desember 2014 maka dengan resmi Komunitas Kampoeng Jerami meluncurkan buku kebanggaan mereka yang diberi judul “Titik Temu”. Setelah melalui berapa tahapan mulai dari pengumpulan naskah, lay out, dan editing antologi puisi yang berupaya merekam sem ua catatan kecintaan pada sesama ini akhirnya menyeruak di dunia sastra Indonesia.  Rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ucapan terima kasih kepada seluruh penulis, teman, kawan, guru, dan tangan-tangan yang memiliki kepedulian pada Komunitas Kampoeng Jerami dengan telah membantu segala proses, baik dari proses awal sampai akhirnya nanti buku ini mampu hadir di beberapa wilayah dan daerah sebagai pintu masuk dalam mengampanyekan untuk saling kasih dan sayang terhadap sesama, lingkungan, serta alam semesta yang menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kebutuhan dasar sebagai manusia.

Monolog: Ibu, Dimanakah Pancasila?

Nasionalisme adalah modal bagi anak bangsa untuk mempertahankan kedaulatan  seluruh rakyat dengan pilar kearifan lokal yang menjadi tiang budaya bangsa sebagai penyaring budaya luar agar menjadi bangsa yang memiliki identitas dan berkepribadian. Telah dirumuskan Pancasila oleh para pendiri bangsa sebagai dasar dan pondasi negara, mencakup kemajemukan yang dilambangkan sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Dimana arti perbedaan bukanlah celah untuk terpecah-belah, tetapi justru celah yang harus diisi oleh kesatuan paham dalam semangat Nasionalisme. Karena itu, mari kita tanyakan kepada Sang Ibu …..… Ibu, Dimanakah Pancasila? Seorang anak bertanya kepada ibunya, Ibu, dimanakah Pancasila? Bukankah ia rumah kita? Bukankah ia identitas bangsa kita? Sembari tersenyum, Sang Ibu berkata, Anakku, Pancasila itu ada di sekeliling kita, Banyak manusia bisa melihat sekeliling dengan matanya, Tetapi mereka tak bisa melihat dengan hati nurani Ia ada di detak jantung buruh-buruh yan...