Bandar Lampung--Sebanyak 60 penyair tergabung dalam buku antologi sajak
Titik Temu. Buku puisi ini diterbitkan Komunitas Kampoeng Jerami untuk
memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM), 10 Desember lalu.
Dalam kata pengantarnya, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Siti Noor Laila mengatakan karya sastra menjadi salah satu bagian yang harus dikembangkan sebagai salah satu cara dalam mengembangkan penghormatan martabat manusia dan penghargaan terhadap HAM.
Indonesia, kata Laila, masih menyimpan banyak persoalan HAM. Soal kebebasan beragama, pejuang HAM yang dikriminalkan, tanah rakyat yang diambil paksa dengan harga murah, buruh dibayar murah, dan seterusa. Namun, juga harus kita akui pascarezim Orde Baru ada beberapa kemajuan dalam pengakuan dan penghayatan HAM, misalnya ditandai dengan lahirnya beberapa kebijakan.
Dalam kata pengantarnya, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Siti Noor Laila mengatakan karya sastra menjadi salah satu bagian yang harus dikembangkan sebagai salah satu cara dalam mengembangkan penghormatan martabat manusia dan penghargaan terhadap HAM.
Indonesia, kata Laila, masih menyimpan banyak persoalan HAM. Soal kebebasan beragama, pejuang HAM yang dikriminalkan, tanah rakyat yang diambil paksa dengan harga murah, buruh dibayar murah, dan seterusa. Namun, juga harus kita akui pascarezim Orde Baru ada beberapa kemajuan dalam pengakuan dan penghayatan HAM, misalnya ditandai dengan lahirnya beberapa kebijakan.
"Dalam situasi ini diperlukan peran aktif semua pihak untuk melakukan promosi HAM di negeri Indonedia yang konon sebagai negara demokrasi. Salah satunya melalui penerbitan buku puisi ini,” ujar Laila dalam rilis yang diterima Lampung Post, Selasa (16/12/2014).
Para penyair yang karya mereka terangkum dalam buku ini datang dari berbagai kota di Indonesia, bahkan yang tinggal di Taiwan dan Korea.
Mereka adalah Acep Zamzam Noor, Ady Harboy, Aji Saputra, Alex R. Nainggolan, Alra Ramadhan, Ariany Isnamurti, Bayu Taji, Bunda Umy, Cici Mulia Sary, Ciek Mita Sari, Dedy Tri Riyadi, Dewi Nova, Dita Ipul, Djemi Tomuka, Edy Samudra Kertagama, Fendi Kachonk, Handry TM, Hasmidi Ustad, Indarvis Inda, Jamal D. Rahman, Joko Bibit Santoso, Julia Asviana, Khifdi Ridho, Korrie Layun Rampan, dan Lara Prasetya.
Lalu, Lia Amalia Sulaksmi, Lilis A Md, Mariana Amiruddin, Masita Riany, Maulidia Putri, Meitha KH, M. Faizi, Mohammad Arfani, Much. Khoiri, Muhammad Zamiel El-Muttaqien, Nissa Rengganis, Retha, Reza Ginanjar, Saifun Arif Kojeh, Sastri Bakry, Saut Poltak Tambunan, Senandung Sunyi Chamellia, Setyo Widodo, Shinta Miranda,
Berikutnya Siti Noor Laila, Soetan Radjo Pamunjak, Sofyan RH. Zaid, Sulis Setiyorini, Syaf Anton Wr., Syarifuddin Arifin, Tengsoe Tjahjono, Umirah Ramata, Upik Hartati, Vebri Al Lintani, Warih Subekti, Weni Suryandari, Yanuar Kodrat, Yeni Afrita, Yonathan Rahardjo, dan Yuli Nugrahani.
Penulis yang terlibat ini terdiri dari para penyair senior dan pemula dari beragam latar suku, agama, profesi, orientasi seksual, cara pandang dan sebagainya.
Pengasuh Komunitas Kampoeng Jerami, Fendi Kachonk dari Sumenep menandaskan impian buku ini. Selain ingin menyampaikan pesan kemanusiaan dari penyair-penyair Indonesia yang ditujukan bagi semua manusia di Indonesia dikatakan bahwa karya sastra haruslah diangkat untuk mengangkat martabat manusia.
“Lewat buku kami ingin menyebarkan nilai-nilai penghormatan pada Hak Asasi Manusia lewat penerbitan dan diskusi buku di berbagai kota,” ungkapnya.
Buku ini akan disebar ke berbagai daerah termasuk Lampung. Beberapa nama penyair Lampung terlibat di dalam buku ini, seperti Edy Samudra Kertagama, Retha dan penulis lain. Yuli Nugrahani, cerpenis dan penyair dari Lampung juga menjadi editor bagi buku ini. Selain itu, ilustrasi sampul dan isi buku digarap Dana E. Rachmat, pelukis dan penggiat Dewan Kesenian Lampung (DKL).
Menurut rencana buku ini akan diluncurkan di berbagai kota di Indonesia antara lain Sumenep, Surabaya, Jakarta dan Bengkulu.
Laporan: Udo Z. Karzi
Editor: Padli Ramdan
Foto: Ilustrasi
Comments
Post a Comment