Skip to main content

A Jar of Love


Menjaga kesadaran yaitu fokus pada pikiran dan penuh perhatian pada diri kita sendiri, jauh melihat ke dalam jiwa, sehingga menjadi tenang seimbang.

Dan abaikan segala riak – riak yang nampak begitu jelas di permukaan, tetaplah fokus.


Hingga kekotoran batin yaitu kebencian, iri hati, amarah, dendam, kesombongan, dan lain – lain segenap perasaan yang tidak baik & negatif, menjadi luruh, tidak akan muncul dan terwujud melalui perbuatan atau ucapan, meluruh dan pupus… hilang.


Seseorang yang baik, tergantung pada kekuatan kesadaran dan perhatiannya, menjaga agar kebencian yang muncul dalam dirinya bisa disadari dengan adanya kesadaran penuh, sehingga tidak terwujud melalui perbuatan tidak baik / jahat, baik yang merugikan diri sendiri juga orang lain.

Jadi, selama kesadaran kita kuat maka kita dapat bertindak dengan berpikir dan memahami dahulu segala konsekuensinya akibat dari tindakan tersebut, apakah akan merugikan diri sendiri atau orang lain.


Mencintai diri sendiri secara positif namun tetap dalam kesadaran, artinya kita memberi perhatian kepada diri sendiri, memberi diri untuk tumbuh menjadi lebih baik, memiliki rasa cinta kasih dan kebijaksanaan yang luas.


Mencintai diri sendiri berarti kita menjaga diri dari segala penderitaan, akibat rasa benci, dendam, amarah, iri dengki, kesombongan dan semua kekotoran batin yang ada dalam diri.


Menjauhi segala kekotoran batin, berarti mencintai diri sendiri.


Selalulah menjaga kesadaran agar tetap tenang seimbang.


Semoga kita semua selalu berbahagia dan selalu dalam kebaikan.


Sumber: A Jar of Love

Oleh Masita Riany

Comments

Popular posts from this blog

SALAM SASTRA, Komunitas KAMPOENG JERAMI Luncurkan Buku Kumpulan Puisi Berjudul “TITIK TEMU”

RBI, BENGKULU - Bertepatan dengan peringatan Hari Ham se-dunia ke-66 yang jatuh pada hari ini, Rabu, 10 Desember 2014 maka dengan resmi Komunitas Kampoeng Jerami meluncurkan buku kebanggaan mereka yang diberi judul “Titik Temu”. Setelah melalui berapa tahapan mulai dari pengumpulan naskah, lay out, dan editing antologi puisi yang berupaya merekam sem ua catatan kecintaan pada sesama ini akhirnya menyeruak di dunia sastra Indonesia.  Rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ucapan terima kasih kepada seluruh penulis, teman, kawan, guru, dan tangan-tangan yang memiliki kepedulian pada Komunitas Kampoeng Jerami dengan telah membantu segala proses, baik dari proses awal sampai akhirnya nanti buku ini mampu hadir di beberapa wilayah dan daerah sebagai pintu masuk dalam mengampanyekan untuk saling kasih dan sayang terhadap sesama, lingkungan, serta alam semesta yang menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kebutuhan dasar sebagai manusia.

Titik Temu Hingga Tari Salsa di Sastra Reboan

“Asupan”, kata yang sering terdengar,dipakai untuk pentingnya gizi bagi manusia. Kata yang unik karena tak ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan adanya di kamus Bahasa Sunda.Asupan berasal dari kata “asup” yang artinya sama dengan “masuk”di KBBI. Asupan tak hanya untuk soal gizi, kita pun hidup dengan banyak mendapat asupan, entah itu dalam seni modern, komunikasi dan lainnya. Namun, kita juga mendapat asupan dari diri sendiri, dari para pemimpin yang sayangny a tidak memberikan gizi bagus. Tak usah bicara dunia politik yang makin semrawut, sastra pun masih jadi anak tiri, tak pernah disinggung oleh petinggi Negara. Sastra Reboan mencoba mengambil tema “Asupan” dengan harapan ada yang bisa masuk dalam relung kesadaran kita dari para pengisi acara nanti.

Monolog: Ibu, Dimanakah Pancasila?

Nasionalisme adalah modal bagi anak bangsa untuk mempertahankan kedaulatan  seluruh rakyat dengan pilar kearifan lokal yang menjadi tiang budaya bangsa sebagai penyaring budaya luar agar menjadi bangsa yang memiliki identitas dan berkepribadian. Telah dirumuskan Pancasila oleh para pendiri bangsa sebagai dasar dan pondasi negara, mencakup kemajemukan yang dilambangkan sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Dimana arti perbedaan bukanlah celah untuk terpecah-belah, tetapi justru celah yang harus diisi oleh kesatuan paham dalam semangat Nasionalisme. Karena itu, mari kita tanyakan kepada Sang Ibu …..… Ibu, Dimanakah Pancasila? Seorang anak bertanya kepada ibunya, Ibu, dimanakah Pancasila? Bukankah ia rumah kita? Bukankah ia identitas bangsa kita? Sembari tersenyum, Sang Ibu berkata, Anakku, Pancasila itu ada di sekeliling kita, Banyak manusia bisa melihat sekeliling dengan matanya, Tetapi mereka tak bisa melihat dengan hati nurani Ia ada di detak jantung buruh-buruh yan...